Selasa, 16 Juli 2013

Gerakan Mahasiswa 1998 di Medan



Oleh Jakob Siringoringo

                Rejim Orde Baru tumbuh sejak 1966 setelah sejarah kelam pada Oktober 1965. Langkah Orba berikutnya secara tak terduga berkembang biak menjadi gurita raksasa yang menghisap. Durasi 32 tahun kekuasaan Soeharto telah sukses menjungkirbalikkan alam bawah sadar manusia Indonesia. ‘Saya dan keluarga’ merupakan bagian dari korban.
                Kejamnya kuasa Orba juga telah membekap secara ademokrasi segala pemikiran yang menyimpang dari ketentuan Soeharto. Kesempatan berbicara, berserikat umpamanya sangat tabu ketika itu. Jika Anda sudah “dicap” komunis, jangan harap ada cara-cara lembut dalam penanganannya; penuh ketidakadilan.
1990
                Seorang lulusan Universitas Sorbonne-Perancis, salah satu kampus papan atas dunia, DR Daoed Joesoef adalah menteri pendidikan era 1978-1983. Daoed, orang Medan yang kini kerap mengisi kolom opini Harian Kompas itu merupakan pencipta sekaligus suksesor NKK/BKK yang bertujuan mensterilkan kampus. Kampus dipaksa untuk berorientasi pada ihwal belajar-mengajar saja.
                Sejak itu gerakan mahasiswa Indonesia bergerak “tiarap”. GM di Medan tidak banyak yang bergerak. Memang pada era 80-an mulai bermunculan bibit Kelompok Studi (KS). Meskipun demikian, KS era ini terhitung satu-dua dan tidak konsisten alias timbul-tenggelam. Di sisi lain, Senat Mahasiswa yang ada dapat dikatakan tunduk dalam pengaruh mendikbud, sebab mereka langsung berada di bawah aturan NKK/BKK. Baru memasuki 1990-an Fuad Hasan membuka “gembok” NKK/BKK.
                GM yang tiarap ternyata diam-diam bekerja dengan banyak belajar pada perjuangan multisektor. Mereka meninggalkan kampus untuk menimba ilmu ke tengah-tengah rakyat (buruh dan tani). Selain itu mereka pun belajar lebih banyak lagi bersama ornop steril dan kritis yang fokus pada perjuangan kerakyatan.
                Pembelajaran tersebut tidak lepas dari penindasan penguasa yang lama berlangsung. Ketertindasan yang dialami rakyat, secara khusus memicu mahasiswa-mahasiswa kampus dari Medan untuk merefleksikan perjuangan mereka sebagai bagian dari perubahan bangsa. Mereka lalu menyediakan waktu untuk bersama dan membentuk gerakan mahasiswa Medan dalam rangka terfokus menuntut Soeharto mundur dan sejumlah tuntutan lainnya sebagai simbol keotoriteran penguasa dalam banyak aspek (sosial-politik-ekonomi-psikologi).
                Pada 1993-1995, KS mulai tumbuh dan bangkit menjadi bagian dari GM Medan dalam melawan rejim Orba dari keserakahannya. Uniknya di Medan, KS justru lebih banyak membuat tindakan konkret dalam gelora perjuangan melawan tirani masa itu. Adapun kelompok cipayung dan senat-senat kampus lazimnya hanya mengikuti perkembangan.
                Singkatnya sejak 1995 ke bawah, GM seolah kian tak terbendung untuk terus bersuara. Kebangkitan mereka tidak hanya fokus pada GM di kota, sebaliknya menyangkut kasus-kasus rakyat sangat mereka respons dan perjuangkaan lewat advokasi ala mahasiswa. Mulai dari aksi unjuk rasa di kampus, ke kota, delegasi bahkan sekalipun hanya dengan selebaran seperti terjadi pada 1996 pasca kudatuli (kudeta 27 Juli), di mana saat itu aparat militer dengan ciri khasnya yang represif membuat GM di Medan sempat terdiam.
                Namun 1997, aksi-aksi mahasiswa di Medan semakin marak. Militansi GM kian terasah berkat semakin masifnya GM dan sipil yang berani bersuara langsung menuntut pemerintah untuk segera mengakhiri kezalimannya. Reformasi yang diusung kemudian menjelma menjadi satu kata yang mendemamkan lokal bahkan nasional. Akhirnya, GM Medan beserta gerakan sipil terus menguat. Memasuki 1998, aksi-aksi mahasiswa Medan kian seolah tidak mengenal istirahat. Puncaknya terjadi pada 20 Mei atau sehari sebelum Soeharto lengser di Jakarta.
***
                GM di Medan pascareformasi banyak mencair. Tujuan tidak tercapai, perjuangan konon seolah hanya pengulangan 1966. Artinya, yang terjadi hanya ruler atau pergantian penguasa sehingga penindasan masih merupakan kejahatan yang harus dipikul oleh rakyat tertindas. Kini GM harus memikirkan ulang tahapannya untuk menjadi gerakan revolusioner. Hal ini disinyalir akibat efek psikologis dan sosiologis “kerangkeng” NKK/BKK sehingga koneksitas antargenerasi tidak terjadi.

1 komentar: