Berandan Bumi Hangus
Hampir di seluruh masyarakat apabila ada pertanyaan kota
mana yang pernah di bakar pada masa perjuangan?
Ya, pasti jawaban masyarakat di atas 90 persen menjawab kota Bandung.
Hanya sedikit dari mereka yang berkata tidak tahu, atau bahkan menjawab kota
lain, atau mungkin tidak ada dari mereka yang menjawab Pangkalan Berandan.
Bagi orang Sumatera Utara, bila dikatakan Pangkalan
Berandan, yang terbayang di benak mereka pastilah Minyak. Ya, memang benar
pangkalan berandan dan minyak tidak bisa dipisahkan. Namun tahukah kita adanya
sejarah yang tersembunyi di balik itu semua, peristiwa berdarah, peristiwa
mengenaskan yang terjadi pada tanggal 13 Agustus 1947 tersebut?
Pangkalan berandan yang merupakan kota tempat berdirinya
Pertamina pertama di Indonesia sungguh memang pernah di bumi hanguskan. Berbeda
dengan Bandung yang dibakar hanya gedung-gedung penting serta beberapa hotel
saja, namun pangkalan berandan, dibumi hanguskan, atau lebih tepatnya
diledakkan.
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh diketahuinya para
tentara bahwa Belanda berniat menguasai Kota minyak tersebut. Maka muncullah
semboyan lebih baik hangus terbakar, daripada mereka yang menguasai. Maka
mulailah para tentara dan rakyat mengatur strategi untuk membumihanguskan
pangkalan berandan. Semula, banyak sekali rakyat bahkan petinggi tentara saat
itu yang tidak setuju dengan tindakan ini, namun daripada kembali dijajah,
lebih baik usir sebelum dijajah. Maka bulatlah tekat seluruh rakyat untuk hanya
membumihanguskan kawasan pertambangan minyak pertamina saja, hanya 1 kalangan
yg tidak setuju yaitu mereka para masyarakat tionghoa yg tinggal di
pangkalanberandan.
Tiga hati sebelum pertamina diledakkan, seluruh rakyat sudah
diungsikan, hingga berandan persis seperti kota mati. Namun, para orang-orang
tionghoa tidak mau mengungsi dan memilih tetap tinggal di berandan. Hingga saat
itu pula para tentara-tentara belanda tidak tau dengan niat tentara untuk
meledakkan pertambangan minyak tersebut.
Subuh, tepat pada tanggal 13 agustus 1947 pada saat tentara
yang berada di perbatasan memberitahu belanda sudah dekat, maka dibakarlah
jembatan pelawi yang memisahkan pangkalanberandan dengan gebang, menandai
perjuangan dimulai. Maka diledakkanlah tangki-tangki minyak yang berisi
ratusanribu liter minyak mentah, membuat subuh yang masih redup tampak sangat
terang, dentuman keras pun terdengar berkali-kali. Tambang minyak berhasil
dibumi hanguskan, dengan keadaan kota yang saat itu sangat-sangat sepi, hanya
tentara yang menjadi saksi tambang minyak tidak lagi jaya.
Para tentara yang mengetahui akan ada serangan udara dari
Belanda, diperintahkan untuk segera membakar keseluruhan kota pangkalan
berandan. Para tentara yang hanya mengikuti perintah komandan, segera masuk ke
kota, meminta agar para orang-orang tionghoa mengungsi segera. Namun, ketika
para tentara masuk ke rumah-rumah mereka, para tentara menemukan bendera
Belanda di simpan di rumah mereka, dan langsung memberi laporan kepada pimpinan
mereka. Maka pada saat itu juga, para tentara diberi perintah membakar habis
seisi kota pangkalan berandan beserta orang-orang tionghoa pengkhianat itu.
Maka saat itu juga kobaran api kelihatan, asap mengepul di angkasa, seluruh
kota pangkalan berandan dilalap sijago merah, bahkan tidak sedikit dari mereka
para tentara yang ikut terpanggang bersama api perjuangan tersebut.
Butuh waktu yang sangat panjang untuk memulihkan kembali
kota pangkalan berandan menjadi seperti dulu atau bahkan kembali mendapatkan
kejayaannya. Maka, hingga kini setiap tanggal 13 Agustus di kota pangkalan
berandan selalu dilaksanakan berbagai acara dan perlombaan seperti napak tilas,
serta mengundang para veteran dan para pejabat negara untuk memberikan tanda
kasih kepada para veteran. Namun, bukan itu yang sesungguh dibutuhkan para
veteran, tapi mereka ingin agar kota itu dapat menjadi benar-benar jaya
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar